DoetaNewsTV.Com | Tangerang Selatan—Aparat gabungan Satpol PP Tangerang Selatan melakukan tindakan kekerasan terhadap salah satu kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pamulang Cabang Ciputat pada Senin, 22 Juli 2024 di depan Balai Kota Tangerang Selatan.
Kader HMI tersebut yang juga pengurus Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Tangerang Selatan melakukan aksi unjuk rasa bersama kader lainnya. Mereka menuntut keterbukaan dan transparansi terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengindikasikan adanya penghilangan 106 aset Pemkot Tangsel senilai Rp2 miliar.
Tindakan aparat Satpol PP Tangerang Selatan merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi yang dijamin konstitusi.
Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Aksi unjuk rasa adalah salah satu bentuk nyata dari hak tersebut. Namun, keberingasan Satpol PP Tangerang Selatan terhadap mahasiswa yang sedang menyuarakan pendapat merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional yang perlu diusut tuntas oleh pihak berwajib.
Satuan polisi pamong praja harus menjalankan tugas sesuai amanat UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 256 Ayat (7), yang menjelaskan tugas pokok Satpol PP adalah menyelenggarakan ketertiban umum dan menyelenggarakan perlindungan terhadap masyarakat. Jadi, sudah seharusnya aturan tersebut dipatuhi dan menjadi pedoman bagi setiap anggota dalam menjalankan tugasnya serta mematuhi prinsip-prinsip sesuai amanat perundang-undangan yang berlaku di negara ini.
Penggunaan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur, seperti pengeroyokan terhadap salah satu kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Pamulang Cabang Ciputat, jelas melanggar hukum. Tindakan yang dilakukan Satpol PP tersebut merupakan bentuk nyata penyalahgunaan wewenang yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
Pasal 28G Ayat (2) UUD 1945 menjamin hak setiap orang mendapatkan perlindungan dari ancaman ketakutan karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Para mahasiswa tersebut seharusnya mendapatkan perlindungan dari tindakan semacam itu.
Aparat yang melakukan kekerasan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Pasal 351 KUHP mengatur tentang penganiayaan yang menyebabkan luka fisik pada korban.
Aparat yang terbukti melakukan penganiayaan harus dikenakan hukuman pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku sehingga dapat memberikan efek jera terhadap pelaku. Tindakan kekerasan terhadap mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip hukum dan demokrasi.
Oleh karena itu, Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Cabang Tangerang Selatan menegaskan perlunya tindakan hukum yang tegas dan transparan untuk memastikan keadilan bagi korban serta mencegah terulangnya kejadian serupa di Kota Tangerang Selatan.
Kami yang terhimpun dalam Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Cabang Tangerang Selatan akan mengawal permasalahan ini sampai proses hukum berjalan dan pelaku pengeroyokan ditangkap dan diadili seadil-adilnya.
Permahi Cabang Tangerang Selatan menimbang dan menekankan beberapa persoalan atas kejadian ini, di antaranya:
- Permahi Tangsel menekankan ancaman pidana yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 18 (1): “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-Undang ini dikenakan pidana penjara paling lama 1 Tahun”.
- Permahi Tangsel menginginkan kepastian hukum yang sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dalam hal ini terlapor disangkakan dengan Pasal 170: “Pelaku yang secara bersama-sama dan terang-terangan melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dijerat tindak pidana pengeroyokan yang diatur tersendiri dalam Pasal 170 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.”
- Permahi Tangsel mendesak Polres Tangerang Selatan segera memberikan atensi khusus terhadap laporan yang diajukan kader HMI Komisariat Pamulang (korban) terkait pengeroyokan yang diduga dilakukan kelompok Satpol PP Tangsel terhadap kader HMI Komipam untuk segera diproses dan ditangkap.
- Permahi Tangsel mendesak Wali Kota Tangerang Selatan bertanggung jawab atas pengeroyokan yang dilakukan Satpol PP terhadap kader HMI Komipam sesuai ketentuan Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan Nomor 54 Tahun 2022 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Pasal 3 (2).
- Permahi Tangsel menyatakan peristiwa pengeroyakan ini ke dalam catatan merah kepemimpinan Wali Kota Tangerang Selatan yang gagal menjaga serta menjalankan nilai-nilai demokrasi, sehingga kelayakan seorang Benyamin Davnie dipersoalkan untuk mencalokan diri kembali pada Pilwalkot tahun ini.
Demikian maklumat kami, agar diterima, dibaca, dan dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.
Pada hakikatnya Permahi Tangerang Selatan menginginkan hukum ditegakan seadil-adilnya guna mengembalikan rasa keadilan masyarakat yang tersakiti atas peristiwa yang penuh kecaman dan kutukan yang dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab.
Maka dengan ini kami juga berharap setiap penegak hukum menjadikan instansinya sebagai pengayom, pelindung masyarakat yang baik, berkeadilan, dan berkemanusiaan.