Doetanews – Indramayu 18/11/2024
Panji Gumilang Seorang Fundamentalis AL – zaytun Sarang NII? Benarkah???
Ditengah Isu berkembangnya Stigmatisasi Negatif Terhadap Alzaytun, para awak media mengkonfirmasi informasi hal yang terjadi sebaliknya bahkan Al – zaytun paling getol didalam mengembangkan budaya toleransi dan perdamaian.
Sabtu 16 Nov 2024 Al – zaytun menggelar peringatan Hari Toleransi sedunia dengan Tema: “Melestarikan Budaya Toleransi dan Perdamaian Menuju Indonesia Raya Abadi” sebuah gagasan dan langkah yang sangat cerdas.
Sarasehan ini dihadiri okoh agama dari Katholik, Protestan Konghucu, aliran kepercayaan dan Prof., Dr. Ahmad Najib Burhani, MA., dari Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN) Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A.
Peneliti di bidang ilmu sosial, budaya, dan kajian agama. Ia pernah menjabat sebagai Plt. Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN. Ia juga dikenal karena membela kaum minoritas dan melakukan studi tentang Ahmadiyah di Indonesia.
Dalam pemaparannya Prof Ahmad menyampaikan betapa kaum minoritas menjadi target kriminalisasi di Indonesia. “Seringkali sikap intoleran dilakukan oleh kaum mayoritas kepada kaum minoritas dan sikap intolèran ini didasari pemikiran bahwa: menghakimi orang yang berbeda pemahaman, berbeda keyakinan dapat terbebas dari hukuman Tuhan (masuk Syurga)”, jelasnya Sabtu 16/11/2024 di Masjid Rahmatan Lil’alamin Pondok Pesantren Al – zaytun, Indramayu, Jawa Barat.
Lanjut Profesor Ahmad Najib Burhani, Moderasi Beragama: Ia menekankan pentingnya moderasi beragama sebagai kunci untuk menjaga harmoni sosial. Hal ini melibatkan penerimaan atas keberagaman keyakinan dan budaya, serta menghindari ekstremisme. Menurutnya, moderasi adalah sikap keseimbangan dalam mempraktikkan agama tanpa mengorbankan nilai-nilai kebangsaan.
Perlindungan Kelompok Minoritas: Profesor Ahmad sering menyoroti dilema yang dihadapi oleh kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah dan penghayat kepercayaan. Ia mengkritik upaya marginalisasi mereka dan menekankan bahwa hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama, harus dilindungi. Dalam pandangannya, tekanan untuk meninggalkan identitas keagamaan bukanlah solusi.
Pendidikan sebagai Alat Moderasi: Ia juga menggarisbawahi peran penting lembaga pendidikan dalam membangun toleransi dan pemahaman lintas agama. Pendidikan multikultural dianggap sebagai cara yang efektif untuk mempromosikan nilai-nilai persaudaraan.
“Saya kagum dengan Al – zaytun yang terus mengembangkan budaya toleransi dan perdamaian dibawah bimbingan Syaykh Al – zaytun Prof., DR., AS Panji Gumilang meskipun saya menyaksikan betapa tuduhan – tuduhan negatif terhadap Al – zaytun sangat kencang”, ujarnya.
Setelah kuliah umum tentang toleransi dan perdamaian di Masjid Rahmatan lil’alamin, para tamu undangan diajak ke Galangan Kapal PT. Samudera Biru di Eretan Pantai Utara Indramayu.
Diatas Kapal LKM Gunung Pulosari diskusi toleransi dan perdamaian digelar, diawali dengan pemaparan tentang kekayaan laut oleh Syaykh AS Panji Gumilang.
Diatas kapal ikan Gunung Pulosari Prof. Ahmad mengungkapkan rasa keingin tahuannya tentang Al – zaytun yang selama ini dikabarkan di media massa dan media sosial sebagai sarang NII.
“Terus terang saya mendapat informasi bahwa Panji Gumilang ini orang yang fundamental dalam beragama, Al – zaytun adalah sarang NII, namun saya juga sempat berfikir bagaimana mungkin Panji Gumilang ini menjadi Ketua Ikatan Alumni UIN jika Ia seorang yang berpemahaman fundamentalis, dan setelah saya melihat dan mendengar langsung bagaimana Al – zaytun dan seperti apa pemikiran – pemikiran Syaykh, saya yakin Panji Gumilang adalah nasionalis sejati”, ungkapnya.
“Saya banyak belajar dari Al – zaytun terutama tentang penerapan toleransi dalam kehidupan sehari – hari dan pendidikan sebagai sarana pengembangan budaya toleransi dan perdamaian”, pungkas Prof. Ahmad.